MY CONVERSION - part. 20
Tanpa sadar aku sudah berada di ruangan putih
Putih sekali
Tembok yang mengelilinginya ber cat putih,
Kasurnya putih,
Lalu seseorang mengetuk pintu kamarku dan
langsung membukanya tanpa kukatakan ‘ya, masuk’
Dan orang – orang tersebut juga berpakaian
putih
“oh? Kau sudah sadar rupanya?”
Seorang lelaki yang kelihatannya masi sedikit
muda-walau ada sedikit keriput di dekat bibirnya
Dengan wajah yang memiliki bibir
kerucut-sepertinya mengerucut dengan sendirinya, alamiah
Dan wajah yang selalu tersenyum-dan aku
menyukai orang seperti itu, murah senyum
Oh,
sekarang aku tau mengapa ia mengetuk dan langsung membuka pintu itu tanpa
menunggu jawabanku, tata karma rupanya
Aku mengangguk
Dan seketika sebuah kereta api super cepat
melintas dalam otakku
Hal itu sentak membuatku teringat akan sesuatu
dan membelalakan mataku pada lelaki yang bibirnya kerucut
“Park Chanyeol .. dimana dia???!!”
“ah.. itu..”
“KUTANYA SEKALI LAGI! PARK CHANYEOL! DIMANA
DIA!”
Rasanya kotak kesabaranku sudah tak berisi
“dia ada di ruang di .. di ujung .. maksud ..
maksudku .. di .. di wilayah paling Barat rumah sakit ini”
Sambil menunjuk kea rah Barat, lelaki yang
bibirnya kerucut itu berkata dengan nada terbata – bata
Aku menengok kea rah jari itu menunjuk
Dan berusaha bangkit dari tempat tidur ini
Tapi aku tak bisa
Leherku disangga
Dan aku baru sadar
Kakiku kira – kira tinggal se-lutut dan
tergulung perban pada segala sisi
Punggungku seakan berkata ‘tidak’ untuk
bergerak satu mili pun
Tapi untungnya,
Tanganku masih ada
Utuh
Ada 2
“kau tidak bisa bangun sekarang, ini
berbahaya”
Seseorang dari mereka-perempuan, tepatnya cantik-mendekatiku
dan menahanku untuk berdiri
“AKU INGIN BERTEMU PASIEN BERNAMA PARK
CHANYEOL! SEKARANG!”
Terserah wajah cantik atau tidak untuk
sekarang
Yang jelas, aku sudah membentak seorang wanita
Yang selama ini kutahan dan kuusahakan untuk
tak melakukannya-kalau pun pernah kulakukan, aku akan sangat menyesal. tapi
kali ini tidak
“ah.. umm.. yasudah pakai ini saja”
Ia menyodorkanku sebuah kursi roda
Dan mereka semua yang mengamati aku sedari
tadi ikut mendekat
Lalu membantuku duduk disana
Aku diantar ke ruang paling Barat rumah
sakit-entah namanya rumah sakit atau bukan aku tak peduli
Saat sudah hampir sampai,
Aku melihat tulisan pada plang yang tertempel
di atas kamar tersebut
Tulisan apa itu?
Aku tak niat membacanya-membaca, tapi malas
mengingat
Tanpa sadar aku menarik napas panjang –
panjang dan mebuangnya pelan
Aku tak sanggup menjalani hal ini
Tapi tetap saja
Kedua kakiku ini-tepatnya yang sudah tak utuh
Sudah tak bisa kukendalikan
Kursi ini yang mengendalikan-lebih tepatnya
seorang wanita yang cantik tadi
“ini, ini pasian bernama Park Chanyeol”
Lelaki yang bibirnya kerucut sekarang menunjuk
ke arah kasur yang ditutupi kain putih
Perlahan ia membuka kain putih itu sampai se
dada si caplang-bukan se leher karena si caplang sudah tak punya leher
Dan mundur beberapa langkah untuk membiarkanku
melihat
Si caplang sudah terbaring disana
Wajahnya persis seperti terakhir kali aku
melihatnya
Senyum tipisnya masih ada
Matanya pun sama – sama tertutup
Juga wajah yang pucat
Namun napasny aku yakin sudah tak ada–walaupun
aku tak memeriksa napasnya sendiri
Aku tak sanggup melihatnya lagi
Bibir ini sudah bergetar bukan main sedari
tadi tapi tak mampu mengeluarkan sepatah kata pun
Dan mata yang sudah sembab sedari tadi tapi
tak kunjung meneteskan apapun
Aku mengerti ia telah tiada,
Tapi aku ini bukan seperti manusia film
Ya
Manusia film
Manusia bodoh yang selalu memarahi, memaki,
bahkan memukul dokter yang mengurus orang tersayangnya untuk membuat mereka
hidup kembali
Usaha bodoh macam apa itu
Kalau mau, kenapa tak marah pada Sang
Pencipta?
Bodoh bukan?
Itulah manusia film
Tapi mungkin,
Aku mirip dengan mereka-walaupun hanya
setengah
Tanpa sadar-dan tanpa suruhan dariku,
Air mata perlahan menetes di pipi kiri, lalu
menderas di keduanya
Kedua tangan ini-yang untungnya masih
utuh-membelai wajahnya-yang tepatnya untuk terakhir kalinya
Juga bibir yang tak henti – hentinya bergetar
dan kemudian berkata “Park ChanYeol, aku tak harap kau hidup kembali, tak akan
memarahi pihak rumah sakit untuk membangunkanmu, tak berharap dan meminta Yang
Maha Kuasa memberikanmu napas kembali, tapi .. aku mengikhlaskanmu. walaupun
berat, tapi apa boleh buat..
Jika
tak diikhlaskan, aku takut hidupmu tak tenang disana. Jadi, hiduplah dengan
tenang, jangan mencariku lagi, dan aku juga tak akan mencarimu lagi karena kau
sudah tertanam di hatiku. Terima kasih untuk selama ini”
Kuhentikan semuanya,
Kuhapus air mata ini,
Berhenti membelai wajahnya,
Dan sudah puas rasanya bisa melihat wajahnya
walau untuk terakhir kalinya-meskipun tak sepuas melihat wakahnya sewaktu masih
hidup
Aku menatap ke arah lelaki yang bibirnya
kerucut-yang sedari tadi, ia dan si cantik lainnya ternyata memalingkan
wajahnya entah mungkin karena tak tega atau apa melihat aku membelai pasiennya
“ah? sudah?”
Aku mengangguk
Lalu lelaki yang bibirnya kerucut itu menutup
kembali kain yang sedari tadi terbuka se dada
Sambil berkata :
“sebentar lagi pihak keluarga akan datang
untuk mengurus semuanya. Oh ya, kau pasti sahabatnya ya? apa hubungan kalian
benar – benar dekat sampai mengucapkan kata – kata seperti itu?”
Aku menggeleng
“lalu? Saudara?”
Aku menggeleng lagi
“lalu? Kau siapanya?”
“aku pacarnya”
Seisi ruangan sepi berbau mayat itu terdengar
kaget
Kaget sekali mungkin
Sampai menarik napas begitu dalamnya
“oh, begitu rupanya.. yasudah, lebih baik Anda
tunggu di luar saja dulu. Suster, tolong bawa dia keluar”
Parkchan-a,
aku tak akan melupakanmu. Aku tak akan melupakan pertemuan terakhir kita
kemarin, juga hari ini.. kau masih tetap cantik. Ternyata pihak rumah sakit ini
belum mengganti bajumu, ya? aku tak akan melupakan penampilanmu saat
menggunakan pakaian seperti itu. kaus oblong tak berlengan bewarna kuning yang
masih bisa kulihat hari ini-walau tak sampai celana super pendek-mu itu, yang
tentunya masih kuingat sampai sekarang-, juga senyum tipis yang tak dapat
dihapuskan dari bayang ini. Terima kasih untuk selama ini, aku baru ingat kalau
kau ini ternyata baik sekali padaku. Maaf jika selama ini perlakuanku
terhadapmu tak mengenakkan benak. Maaf juga aku menangis saat ini, aku menangis
karena kuingat baik lakumu selama ini, bukan karena aku tak ikhlas bayangmu
tiada.. terima kasih sudah datang dalam mimpiku, bermain bersamaku, juga
melakukan hal seperti hari – hari selama ini. Aku baru tau, itu mungkin salam terakhirmu
padaku sebelum bersatu bersama-Nya. Dan juga, Parkchan-a, jika kau datang dalam
kehidupanku selanjutnya, aku janji aku tak akan melukaimu lagi untuk kesekian
kalinya, ingatkan daku jika ku lupa, ya?
Au termenung di depan kamar yang baru saja kumasuki
Si cantik sudah pergi entah kemana-mungkin
mengurus yang lain
Tinggal aku dan kursi roda ini-juga si kantung
infus-yang sedari tadi menemani lamunku
Kudengar suara lelaki yang bibirnya kerucut
dan si cantik yang lain dari dalam sana
Mungkin mereka sedang mengurus si caplang
Baik –
baik, ya disana
Aku menengok sebentar dan kembali termenung
Juga air mata yang tetap saja tak henti keluar
walau aku sudah tak niat bersedih
Walau hatiku sudah tak sakit,
Walau bibirku sudah berhenti bergetar,
Dan walau aku sudah mengikhlaskannya
Tapi mengapa mata dan pipi ini tak henti –
hentinya berair?
Mungkin salah satu sel dalam tubuhku masih
merasa bersedih?
Mungkin
Ya mungkin
Sampai aku berpaling melihat ke pintu kamar
itu lagi dan lagi sambil berteriak :
“PARKCHAN!!!!! BANGUUNN!!!
PARKCHAAAAAAAANNNNN!!!!!!!!!!”
Hari ini..
Hari yang takkan pernah kulupakan dalam hidupku
Meski baru terjadi tadi malam
Tapi aku telah berjanji mulai hari ini
Walau kepala ini terbalut perban yang begitu
menekan, tapi aku tak akan bisa melupakannya
Kantung infus yang berada di sebelah kiri atasku
ini
Serasa tidak mengobati sama sekali
Kursi roda yang kududuki
Sama sekali tak membantuku untuk bisa berjalan
Aku berusaha meraih gagang pintu itu
Dan aku lupa
Kantung infus berada di pihakku
Ia terjatuh
Tergeletak di lantai
Cairan merah mulai keluar dari tanganku dan
memasuki kantung itu
“AAAAAAA!!!!!!”
“Apakah ini? Bisakah disebut
mimpi? Tolong, aku harap ini tak pernah terjadi dalam sejarahku! Betul – betul
menyedihkan”
Comments
Post a Comment