TANDA SALIB ALA SI KECIL

"mengapa begini, mengapa begitu?"

Sore ini waktuku kuhabiskan selama satu setengah jam di Gereja seperti biasa. Ya, aku selalu memilih pergi di hari Sabtu daripada Minggu. Kenapa? Karena Minggu-nya dapat dijadikan waktu untuk bersantai sejenak bersama kopi panas.
Hahaa
Kembali ke topik
Tadi, di gereja ada anak kecil. Kira-kira masih TK lah, kecil banget. Aku sering melihatnya di gereja. Mungkin keluarganya juga salah satu penikmat gereja di hari Sabtu. Kebetulan sore ini ia dan keluarganya duduk tepat di baris depanku. Aku pun dapat melihat tingkah anak lelaki menggemaskan ini selama di gereja.
Membawa buku untuk corat-coret, terkadang juga untuk menulis.
Membawa makanan ke dalam gerea, tak lupa botol minum penuh gambarnya.
Semua ditenteng dalam tas kecil bergambar.
Ya. Anak ini benar-benar mengingatkanku pada masa kecilku dulu, saat pergi ke gereja bareng mama. Biasanya aku dibelikan bakpao Medan isi kacang hijau yang berjualan di depan area gereja terlebih dahulu sebelum memasuki pintu masuk yang lowong. Hal itu pasti dikarenakan agar aku bisa lebih tenang dengan makananku dan tak mengganggu mama yang tentunya ingin berdoa kusyuk. Dan lebih tepatnya makan di dalam gereja itu selalu kulakukan sebelum menerima Sakramen Ekaristi.
Namun ada satu hal yang sangat kuingat dari kelakuan anak kecil itu. Yang sangat mirip denganku dahulu. Yaitu membuat tanda salib.
Berbeda dengan orang dewasa, hanya membuat tanda salib satu kali perhalan saat selesai berdoa. Kulihat anak kecil itu tampak kebingungan saat semua orang membubuhkan tanda salib perlahan pada dahi, dada, bahu kiri dan kemudian kanan. Anak itu pun tertarik dan membubuhkan apa yang dilakukan orang lain tersebut secara cepat dan berulang-ulang.
Kurasa ia pasti sudah mengerti, itu tanda salib, begitu cara membubuhkannya, tak sembarangan. Tapi entah mengapa, yang namanya anak kecil adaa saja yang dilakukan. Sama seperti aku, secara cepat namun tepat melakukannya dahulu.
Setelah itu, kulihat ibunya mencoba menghentikan tanda salib yang ia bubuhkan berulang-ulang secara cepat itu karena ia tak sekedar membubuhkannya, namun sambil tertawa-tawa kecil. Lumayan berisik, namun menggemaskan. Terlihat tatapan senang saat berhasil membubuhkannya lagi dan lagi.
Dan kulihat pula ia bertanya pada ibunya, mengapa kok setelah dari dahi lalu harus ke dada, baru ke bahu kiri lalu kanan? Mengapa tidak dari dahi, lalu ke bahu kanan baru ke kiri, dan yang terakhir ke dada? Aku sedikit tertawa kecil melihatnya. Itu pulalah yang kutanyakan pada mamaku dulu. Mengapa begini, mengapa begitu. Mengapa harus begini, mengapa tak begitu.
Anak kecil, penuh pertanyaan. Yang lebih tau, tentu harus menjawab.

Comments

Popular Posts