KARTINI DAN BAJU ADAT. APA MAKNANYA?
Ada.
Iya, ada maknanya.
*Mungkin
artikel ini terkesan telat karena Hari Kartini sudah berlalu. Tapi saya hanya
ingin menyampaikan satu hal yang saya harap dapat menginspirasi saudara-saudara
di sini.*
Hari
Kartini adalah hari diperingatinya kesetaraan gender antara laki-laki dan
perempuan di Indonesia. R.A. Kartini lah pelopor kesetaraan tersebut di negeri
kita. Setiap tahunnya, kita tentu memperingatinya setiap tanggal 21 April.
Namun mengapa sejak kecil kita dibiasakan untuk memakai baju adat ke sekolah
pada hari tersebut? Apa hubungan kesetaraan gender dengan baju adat yang kita
gunakan? Ternyata ya, ada hubungannya, walaupun ya, nyrempet dikit.
Ada
yang mengatakan, kita diminta menggunakan baju adat saat Hari Kartini karena
saat dilukis, Kartini mengenakan kebaya. Kebaya adalah baju adat. Untuk itu
kita diminta untuk menggunakan berbagai macam baju adat, tidak hanya kebaya
saat Hari Kartini. Karena apa? Karena perjuangan Kartini tidak hanya sebatas
untuk masyarakat Jawa saja, melainkan untuk seluruh masyarakat Indonesia. Untuk
itu, sejak kecil sebenarnya “secara tidak langsung” kita sedang dididik untuk
menjadi Kartini-Kartini muda. Baik lelaki maupun perempuan, sampai besar kita sebaiknya
memperjuangkan apa yang sudah diperjuangkan oleh Kartini. Lagipula, negara kita
juga belum ada hari khusus untuk menggunakan baju adat secara nasional. Jadi
mungkin Hari Kartini termasuk hari yang pas juga.
Nah, lalu apa maknanya?
Dulu
waktu kecil, saya inget banget deh. Kalau tanggal 21 April, harus sudah
siap-siap menyewa baju adat dari jauh-jauh hari karena di sekolah saya memang
diwajibkan mengenakan baju adat setiap Hari Kartini. Ya, saya berharap di
sekolah lain juga dan mungkin memang benar karena tempat penyewaan baju adat
umumnya akan ramai mendekati tanggal tersebut. Tanpa disuruh pun, kita juga
sudah ingat sendiri kalau mendekati tanggal 21 April artinya harus siap satu
stel baju adat lengkap. Titik.
Dan,
kalau diingat-ingat kembali, rasanya lucu, ya. Membayangkan anak-anak kecil
(termasuk saya) bersama-sama menggunakan baju adat ke sekolah. Uniknya, kita
semua menggunakan baju adat yang berbeda-beda, yang tentunya juga berasal dari
suku yang berbeda-beda pula. Dan yang lebih unik lagi, kita manut saja memakai
baju adat yang bukan merupakan baju adat suku kita. Termasuk saya. Seinget saya
dulu, saya pernah memakai baju adat Dayak, Baju Bodo asal Makassar pun pernah,
dan tentunya juga baju adat suku saya yaitu Betawi. Tapi bagi saya, tidak ada
bedanya. Mau saya pakai baju adat Dayak, mau Baju Bodo, mau kebaya, semua sama.
Sama-sama baju adat. Dan saya sendiri malah merasa senang karena dapat memakai
baju adat yang selalu baru bentuknya pada saat saya kecil.
Begitu
juga dengan teman-teman saya. Mereka juga selalu memakai baju adat yang berbeda
di setiap tahunnya. Mereka pun juga (sama seperti saya) memakai baju adat yang
berasal dari suku lain. Dan kami (mungkin juga karena masih kecil) tidak pernah
protes ini itu. Kami malah senang karena bagi kami, ini lucu dan unik.
***
Ya,
mungkin celotehan saya di atas itu hanyalah ingatan saya akan kehidupan masa
kecil saya bersama teman-teman dan Hari Kartini kita setiap tahunnya. Tapi,
jika saya ingat-ingat ulang kejadian itu, saya hanya ingin menarik satu hal.
Bahwa ternyata, sejak kecil kita secara tidak langsung pula sudah diajarkan
untuk mengenal suku lain walaupun hanya lewat baju adat yang kita kenakan. Bahwa
sejak kecil, kita juga sudah diajarkan untuk menghargai sesama lewat baju adat yang
kita dan teman-teman kita gunakan. Mengapa kita juga diajarkan untuk menghargai
baju adat yang kita kenakan? Karena bisa jadi kita memakai baju adat milik suku
lain. Persis seperti masa kecil saya dan teman-teman saya (dan saya harap Anda
pun begitu).
Artinya,
sejak kecil kita sudah dididik untuk tidak menganggap suku kitalah yang paling
benar, walaupun secara tersirat. Lewat mana? Lewat baju adat yang kita kenakan
itu tadi. Dengan mengenakan pakaian adat suku lain, kita dapat mengenal,
menghargai, sekaligus merendah. Merendah karena kita menganggap bahwa milik
suku lain juga tidak kalah bagus kok dengan milik suku kita.
Jadi
ternyata, sejak dulu itu pulalah, mereka-mereka yang menetapkan Hari Kartini
sebagai hari memakai baju adat (walaupun tidak resmi) inilah yang sebenarnya
ingin menanamkan sikap anti-etnosentrisme pada kita sejak kita masih kecil.
Dengan harapan, agar saat kita besar nanti, kita masih mau menghargai suku satu
dengan yang lain walaupun tanpa harus menggunakan baju adat. Agar kita tidak
menganggap suku kitalah yang paling benar. Dan semoga memang benar begitu.
Jadi, baju adat suku mana saja
yang pernah kalian kenakan?
Comments
Post a Comment